Senin, 22 September 2008

Transformasi PKS (Paradigma Umat ke Bangsa)

Transformasi PKS: Paradigma Umat ke Bangsa
(Jejak Sejarah dan Dinamika Penegakan Syari’ah )
Oleh : Pamela Maher Wijaya

Abstraksi. PKS dianggap sebagai partai yang akan mengubah Indonesia menjadi ‘negara Islam’ dan menerapkan ‘syariah’, tegasnya hukum hudud, potong tangan, dan rajam kepada para pelaku kejahatan yang menurut fikih klasik perlu dijatuhi hukuman seperti itu. PKS juga tidak jarang dianggap lebih berorientasi transnasional; disebut-sebut banyak dipengaruhi organisasi al-Ikhwan al-Muslimun yang sampai sekarang terlarang di Mesir. Apakah PKS memang seperti itu? Negara Indonesia bagaimanakah yang dicita- citakan PKS? Jawabannya jelas dalam tujuan pendirian PKS: ”Tujuan didirikannya PK Sejahtera adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhai Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. PK Sejahtera menyadari pluralitas etnik dan agama masyarakat Indonesia yang mengisi wilayah beribu pulau dan beratus suku yang membentang dari Sabang hingga Merauke”.‘Masyarakat madani’. Inilah salah satu kata kunci untuk lebih memahami PKS. Apa yang dimaksud PKS dengan ‘masyarakat madani’? Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara. Pengertian genuine dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai NKRI”.

Key Words : Transformasi PKS, Syariat Islam, Masyarakat Madani


Pendahuluan.

PKS adalah sebuah fenomena yang paling menarik dalam politik kontemporer Indonesia. Ini tidak hanya karena perkembangan partai yang sangat pesat dalam hal keanggotaan dan perolehan suara dalam pemilu, tetapi juga karena PKS menawarkan pendekatan baru dan berbeda dalam politik Islam yang hampir tidak pernah ada dalam sejarah Indonesia.
PKS mempunyai pendukung utama yang berasal dari kalangan terdidik muda Islam merupakan sesuatu yang unik. Ada beberap hal penting dan saling berhubungan yang perlu dieksplorasi lebih mendalam dalam menganalisis pendekatan baru itu, Pertama, tidak seperti partai-partai islam yang lain, PKS mengambil sumber inspirasi ideology dan organisasi utamanya dari luar dan menjadikan pemikiran ikhwanul muslimin di mesir sebagai model Acuan. Kedua, PKS adalah satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini. PKS memiliki proses rekrutmen yang khusus dan ketat, training, dan seleksi anggota yang dapat menghasilkan kader-kader dengan komitmen tinggi dan disiplin. PKS mempunya focus tarbiyah yang bertujuan kadernya mempunyai proses tarbiyah dan Muwashafat tarbiyah.[1] Muwashafat adalah kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh kader.
Ketiga, PKS adalah satu-satunya partai yang memiliki jaringan pelayanan social yang luas dan efektif. Keempat, PKS menjadikan moralitas dalam kehidupan public sebagai program utama.
Sesuai dengan dokumen resmi yang dikeluakan oleh DPP PK-kemudian metomorfosis menjadi PKS, Mempunyai 7 (tujuh) Karakteristik; yaitu Moralis, Profesional, Patriotik, Moderat, Demokrat, Reformis dan Independen.[2]
Karakter utama dari partai-partai Islam yang ada sekarang adalah tetap dipegangnya semangat perjuangan penerapan syariat Islam. Karena bagaimanapun partai Islam tanpa cita-cita ini akan kehilangan esensinya. Mengingat cita-cita pendirian Negara Islam telah pudar di Indonesia maka perjuangan yang mengarah pada penerapan syariat menjadi pilihan terakhir. Beberapa calon anggota Legislatif (Caleg) dari PPP dan PBB menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan cita-cita ini secara riil.
Munculnya partai Islam yang tidak bersemangat dalam hal kampanye penerapan syariat islam secara formal kemudian menjadi pertanyaan besar. PKS misalnya, tidak menyebut klausal-klausal syariah Islam dalam misi dan visi partai yang dijabarkan secara detail dalam program-programnya. Pertanyaan kemudian adalah, apakah benar PKS tidak tertarik memperjuangkan penerapan syariat Islam? Benarkah, partai ini melakukan “politik pintu belakang” ? dengan pertanyaan tersebut akan lebih jelas ketika kita melihat jejak sejarah dan dinamika gerakan PKS dalam memahami Syariat Islam di Indonesia.


Syariah Islam Berwawasan Kesejahteraan.
PKS mempunyai visi “ partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan umat dan bangsa”, dalam visi ini secara kontekstual adanya keinginan untuk melakukan penegakan system syariat islam dengan bingkai persatuan umat dan bangsa.[3]
Dakwah islamiyah sebagaimana digariskan Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh para shahabat r.a serta pengikutnya yang setia meliputi segi aqidah (ideology), syari’ah (hukum), dan akhlaq (moral) yang utuh terpadu. Esensi dakwah yang paling fundamental ialah menebar rahmat bagi semesta alam, tidak cuma bagi manusia, melainkan juga bagi seluruh makhluk di jagad raya. Esensi dakwah universal itulah yang ingin diterjemahkan PK sejahtera sebagai upaya penegakan keadilan (lebih bernuansa politik dan hukum) serta perwujudan kesejahteraan (beraspek ekonomi).[4]
Kampanye anti korupsi, mendorong pemerintahan yang bersih, pelayanan kepada masyarakat, keadilan, kemakmuran, dan aksi-aksi social yang lain merupakan manifestasi dari pengalaman Islam. Tentunya praktik-praktik semacam ini dipahami sebagai bagian dari syari’ah Islam yang didukung implimentasinya.
Wacana Syariat Islam selalu saja dikaitkan semata-mata dengan hukum potong tangan, rajam, dan hukum-hukum lain yang dianggap memiliki potensi diskriminasi. Masalahnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui konsep semacam ini. Masalah utama adalah terlalu banyak orang yang berbicara syariat dengan penekanan pada potong tangan dan pemakaian jilbab. Tujuan kami adalah bagaimana mendapatkan keadilan.
Penerapan syariat islam di beberapa Negara-negara Islam acapkali menampakkan gambaran yang tidak menggembirakan. Penerapan Syariat Islam di beberapa Negara itu sering dibarengi dengan kondisi ekonomi rakyat yang sangat memprihatinkan. Begitu mereka mampu menyelesaikan persoalan politik umat Islam dan meraih kekuasaan, agenda berikutnya yang menjadi prioritas. Akibatnya, gambaran yang muncul tentang Negara-negara yang menerapkan syariat Islam adalah Negara miskin.
Bagaimana sebenarnya konsep dan aspek syariat Islam berwawasan kesejahteraan itu? Secara umum konsep itu harus mampu memberikan kesejahteraan lahir dan batin kepada bangsa Indonesia. Mampu memberikan ketenangan, keamanan, keadilan dan jauh dari kemungkinan-kemungkinan diskriminasi. Tentunya aspek yang ditonjolkan adalah mendorong praktik-praktik positif dalam masyarakat dan berusaha menutup celah sekecil apapun terhadap parasit dalam negara dan partai. Mengedepankan perilaku bersih dan peduli sebagaimana semboyan kampanye PKS tahun lalu. Hal ini diimbangi dengan Fatwa Dewan Syari’ah Pusat DPP PKS yang menyebutkan bahwa menerima Risywah (suap) adalah haram.[5] Upaya mendorong pertumbuhan dan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia adalah contoh manifestasi dari konsep ini yang perlu dijabarkan lebih detail dalam tataran praktis. Ini semua bisa dicapai apabila diikuti dengan usaha serius mencegah adanya setiap kemungkinan paraktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Para pejabat dituntut untuk berpola hidup sederhana, merasa puas dengan gaji yang mereka terima, dan siap memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat Indonesia.[6]
Berangkat dari tataran ini, barangkali pemahaman tentang bentuk dan aspek syariat islam-seperti ini-akan mudah diterima oleh mayoritas warga negara Indonesia yang menginginkan adanya perubahan dan segera keluar dari krisis mltidimensi ini. Pengalaman aktivis PKS yang bertahun-tahn terbiasa melatih diri untuk menerapkan syariat islam dalam tataran yang lebih praktis ini memberikan harapan akan hal ini. Singkatnya, bagaimana ajaran-ajaran islam itu dapat diterapkan dalam lingkungan sendiri dengan baik, baru kemudian dapat diikuti oleh masyarakat.
Menempatkan dakwah sebagai proses penyucian diri manusia sesuai dengan fitrahnya selaku Hamba Allah dengan mencontohkan dan menyeru kepada kebaikan, dan membentuk kepribadian bangsa. Menjamin kebebasan setiap pemeluk agama untuk menjalankan ajarannya masing-masing dengan sikap saling menghormati.
Menurut Pak Tifatul selaku Presiden PKS dalam memilih calon anggota legislatif pada pemilu lalu sudah melihat komunitas masyarakat di suatu wilayah. Jadi di daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama Nasrani, maka dicari juga Caleg yang biasa mewakili komunitas Nasrani. Begitu juga dengan, masyarakat yang mayoritas beragama hindu seperti di bali, kita juga akan mencari tokoh Hindu yang bisa dicalonkan. ” Ini bukti kongkrit dari penjabaran Piagam Madinah yang menjadi pegangan semangat pluralitas dalam berbudaya dan bermasyarakat yang diajarkan Islam.[7]

Masyarakat Madani
Tujuan didirikannya PK Sejahtera adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil dan sejahtera yang diridhai Allah SWT dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. PK Sejahtera menyadari pluralitas etnik dan agama masyarakat Indonesia yang mengisi wilayah beribu pulau dan beratus suku yang membentang dari Sabang hingga Merauke”. Pak tifatul menegaskan pluralitas dalam budaya sudah diajarkan Nabi Muhammad SAW sejak awal.[8]
‘Masyarakat madani’. Inilah salah satu kata kunci untuk lebih memahami PKS. Apa yang dimaksud PKS dengan ‘masyarakat madani’? Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara.
Falsafah perjuangan yang dilakukan PKS sudah jelas, ideologi tauhidullah. Maksudnya, mengesakan Tuhan. Dalam Politik, demokrasi dijadikan jalan yang disepakati bersama. Dalam ekonomi, ingin diterapkan model ekonomi egaliter atau equality opportunity. Di bidang sosial, jelas sekali ingin mewujudkan masyarakat madani. Dalam berbudaya, budaya pluralitas ini diinspirasi dari piagam madinah. Sebuah perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad ketika hijrah dari mekah ke Madinah[9]
Pengertian genuine dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang terikat dalam ukhuwah Islamiyyah (ikatan keislaman), ukhuwah wathaniyyah (ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyyah (ikatan kemanusiaan) dalam bingkai NKRI”.[10]
Dengan platform ini, sekali lagi, jelas, PKS tidaklah bertujuan membentuk ‘negara Islam’ atau yang semacamnya, melainkan bertujuan membentuk masyarakat madani. Jelas pula, masyarakat madani yang diinginkan PKS adalah masyarakat madani yang berbasiskan agama (religious-based civil society); bukanlah masyarakat sipil atau masyarakat kewargaan yang dalam sejumlah wacana tentang civil society tidak memiliki konotasi apalagi hubungan dengan agama. Konsep masyarakat madani yang akhir ini pada dasarnya merupakan teoretisasi dari pengalaman di Eropa Timur dan Amerika Latin.
Bagi PKS substansi keterbukaan dan Nasionalisme sudah selesai. Yang diperlukan adalah pemaknaan dan reformatisasi dalam konteks tantangan zaman baru yang terus berubah, baik di tingkat global, kawasan, maupun dalam negeri. Kesadaran ideologis universal, tuntutan yuridis formal, dan kenyataan empiris masyarakat yang majemuk menjadikan masalah keterbukaan dan nasionalisme sudah selesai di tingkat institusional semua parpol juga ormas yang telah disahkan pemerintah.[11]
Dalam konteks penciptaan masyarakat madani itu yang memungkinkan bagi umat beragama untuk melaksanakan ajaran dan menghadirkan syariah Islam yang rahmatan lil alamin, PKS menawarkan gagasan tentang ”objektivikasi Islam”, atau persisnya ‘objektivikasi nilai-nilai Islam’[12].Ini adalah sebuah gagasan atau bahkan konsep yang sangat menarik.
Apa yang dimaksud PKS dengan ‘objektivikasi Islam’ tersebut? Dalam perspektif PKS, objektivikasi nilai-nilai Islam adalah proses transposisi konsep atau ideologi dari wilayah personal-subjektif ke ranah publikobjektif; dari ranah internal merambah ke wilayah eksternal, agar bisa diterima secara luas oleh publik. Secara subjektif, setiap Muslim berkeinginan agar syariat Islam diterapkan oleh negara. Namun, keinginan subjektif tersebut agar dapat dimenangkan di wilayah publik mesti memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti: kesesuaian dengan konteks dari segi ruang dan waktu; mempunyai hubungan rasional-organik; memenuhi rule of the game; memenuhi prinsip pluralitas dan kehidupan bersama (non-diskriminatif) dan; resolusi konflik agar konsep dan ide tadi memenuhi prinsip keadilan publik.[13]
Gerakan Nurmahmudo-Soeripto menjadi teladan (role model) bagi kader PK-sekarang PKS di beberapa daerah untuk senantiasa menegakkan kejujuran dan kebenaran. Misalnya, anggota DPRD I Jawa Barat yang mengembalikan uang “ kadeudeuh” (tanda terima kasih) sebesar Rp. 500 juta. Dua anggota legislatif asal PK, Yudi Widiana dan Reza Nasrullah melakukan langkah monumental.[14]



Daftar Pustaka
Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Tahun Gerakan tarbiyah di Indonesia, Jakarta,Teraju, 2003
Dewan Syari’ah Pusat Partai Keadilan Sejahtera, Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Pusat PKS, Robbani Press, 2005
Kompas, 1 Februari 2008
_______, 12 Februari 2008
Republika, 24 April 2008
Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah, Bandung: Harakutuna,2005
Tim Departemen Kaderisasi PK sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula, Bandung, PT Syamil Cipta Media, 2003
Yon Machmudi, Partai Keadilan Sejahtera: Wajah Baru Politik Islam, Bandung: Harakatuna, 2006


[1] Tim Departemen Kaderisasi PK sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula, (Bandung, PT Syamil Cipta Media, 2003) hal 5
[2] Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Tahun Gerakan tarbiyah di Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2003) hal 239
[3] Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah, (Bandung: Harakutuna,2005) hal 155
[4] Ibid
[5] Dewan Syari’ah Pusat Partai Keadilan Sejahtera, Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Pusat PKS, (Robbani Press, 2005), hal 119
[6] Yon Machmudi, Partai Keadilan Sejahtera: Wajah Baru Politik Islam, (Bandung: Harakatuna, 2006) hal 99-100
[7] Kompas, 1 Februari 2008
[8] Kompas, 12 Februari 2008
[9] Ibid
[10] Republika, 24 April 2008
[11] Muhamad Sohibul Iman (ketua DPP PKS), Mengokohkan Jati Diri dan Citra PKS, Menyambut Mukernas PKS di Bali 2008.
[12] Republika, 24 April 2008
[13] Ibid
[14] Yon Machmudi., hal 91

Tidak ada komentar: